OKEMOM – Seorang pria berinisial MS mengirimkan pesan berantai terkait pelecehan seksual dan perundungan yang Ia alami di tempatnya bekerja, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Ia mengaku menjadi korban atas dua perlakuan itu oleh rekan kerjanya sesama laki-laki sejak 2011.
MS bahkan mengaku sudah pernah melapor ke pihak kepolisian. Kini lewat pesan berantai itu, MS memohon kepada Presiden Joko Widodo agar kasusnya segera diusut.
Mengingat dirinya mengalami trauma tak berkesudahan, dalam pesan berantai tersebut MS memohon;
“Tolong Pak Jokowi, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI. Saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka. Saya hanya ingin mencari nafkah di KPI Pusat. Bekerja dengan benar, menunaikan tugas dari pimpinan, lalu menerima gaji sebagai hak saya, dan membeli susu bagi anak semata wayang saya,” tulis MS dalam keterangan pers, Rabu (1/9).
Pengakuan korban bullying dan pelecehan seksual
Pegawai KPK ini menceritakan kisah pilu sejak awal bekerja di KPI Pusat pada 2011. Ia diperlakukan semena-mena. Dilecehkan, dipukul, dimaki dan dirundung tanpa mampu melawan.
Semua berlanjut hingga 2014, Ia dipaksa membelikan makan bagi rekan kerja senior, membuat dirinya tak berdaya.
“Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh. Perendahan martabat saya dilakukan terus-menerus dan berulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan-pelan,” ungkapnya.
Pelecehan dan perundungan menghancurkan mental korban
Pengalaman buruk belum juga usai. Tahun 2015, rekan-rekan kerjanya bersama memegangi kepala, tangan, kaki, memiting, menelanjangi dan melecahkan MS dengan mencoret buah zakarnya dengan spidol.
Kejadian itu membuat MS trauma hingga hilangnya kestabilan emosi.
“Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online,” lanjut MS.
Berdasarkan laporan MS, ada delapan orang pelaku dalam kasus pelecehan seksual dan perundungan, diantaranya:
- RM: Divisi Humas bagian Protokol di KPI Pusat
- TS (Divisi Visual Data)
- SG (Divisi Visual Data)
- RT (Divisi Visual Data)
- FP (Divisi Visual Data)
- EO (Divisi Visual Data)
- CL (ex Divisi Visual Data, sekarang Divisi Humas bagian desain grafis)
- TK (Divisi Visual Data)
Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental bagi korban. Ia stres, merasa hina dan trauma berat. Di satu sisi, Ia harus bertahan demi mencari nafkah karena tanggung jawab sebagai suami dan ayah bagi anaknya.
Setahun kemudian, kondisi mentalnya kian memburuk. MS sering jatuh sakit. Pikiran selalu terbayang akan kejadian itu.
Emosi tak stabil, perut terasa sakit, fungsi tubuh mengalami penurunan dan gangguan kesehatan lainnya.
Hingga Juli 2017, MS memeriksakan diri ke Rumah Sakit (RS) PELNI untuk endoskopi. Hasilnya, Ia mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres.
Pihak keluarga juga menyarankan agar berobat ke psikiater di RS Sumber Waras. Psikiater memberikan obat penenang selama satu minggu.
Melapor ke Komnas HAM dan Kepolisian
Rupanya, para pelaku belum cukup puas memperlakukan MS sedemikian parah. Masih di tahun 2017, saat acara Bimbingan Teknis (Bimtek) di Resort Prima Cipayung, Bogor.
Tengah malam pukul 01.30 WIB saat tidur lelap, MS diangkat dan dilempar ke kolam renang. Ia ditertawakan seolah penderitaan itu sebuah hiburan.
“Bukankah itu penganiayaan? Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Dimana keadilan untuk saya?” sambung MS.
Pada 11 Agustus 2017, Ia mengadukan pelecehan dan penindasan tersebut ke Komnas HAM melalui email.
Pesan dibalas pada 19 September 2017 dan menyimpulkan bahwa tindakan itu sebagai kejahatan atau pidana. Komnas HAM menyarankan MS segera membuat laporan ke Kepolisian.
Namun, MS terus bertahan dan barulah pada 2019 Ia membuat laporan ke Polsek Gambir. Miris, menurut pengakuannya, petugas malah menyarankan agar diadukan ke atasan kantor untuk diselesaikan secara internal.
“Akhirnya saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis, saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap ‘ditempati oleh orang orang yang lembut dan tak kasar’,” ceritanya.
Perundungan masih tetap terjadi. Ada saja celah bagi pelaku untuk menghancurkan MS secara perlahan. Sampai akhirnya, stres dan frustasi membuatnya divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Laporan kepolisian tahun 2019 tidak diproses. MS merasa serba salah dan kecewa. Lantaran dirinya seorang laki-laki, seolah kasus yang Ia alami diremehkan begitu saja.
“Apakah harus jadi perempuan dulu supaya polisi serius memproses kasus pelecehan yang saya alami? Apakah tangan saya harus dibacok sampai putus atau perut saya diiiris berdarah dulu baru penganiayaan yang saya alami diperhatikan orang lain?” kesalnya.
Menutup pesannya, MS mengaku sudah tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Berpikir ingin resign, namun apa daya kondisi saat ini sedang pandemi Covid-19.
Mencari pekerjaan baru bukan suatu hal yang mudah.
Lagi pula, Ia merasa tak seharusnya mengorbankan pekerjaan itu. Meyakini dirinya benar dan para pelaku harus disanksi. Bila perlu dipecat sebagai tanggung jawab atas perilaku mereka.
“Untungnya berkat diskusi dengan teman seorang pengacara, aktivis LSM, saya sedikit menjadi berani untuk bicara. Oleh karenanya, saya bertekad membuka kisah saya ke publik,” demikian pesan tersebut ditutup.
ARTIKEL MENARIK LAINNYA
- Si Kecil Mengalami Pelecehan Seksual Anak? Ini yang Harus Orang Tua Lakukan
- Terkait Tuduhan Pelecehan Seksual, Gofar Hilman: Sangat Siap Jalani Semua Proses
- Gofar Hilman Terseret Kasus Pelecehan Seksual, Ini Dampak Psikologis bagi Korban
- Harus Berani, Lakukan Cara Tepat Menghadapi Tindakan Pelecehan Seksual
- Najwa Shihab Akui Pernah Jadi Korban Pelecehan Seksual