OKEMOM – Di kota besar Indonesia, istilah ‘happy hypoxia’ pada pasien Covid-19 bukan hal baru. Berkaitan dengan kondisi yang membuat seseorang kesulitan bernapas berupa sesak napas atau dispnea.
Mirisnya, gejala happy hypoxia pada pasien Covid-19 sering kali tidak disadari, namun mengancam jiwa dan angka kematian akibat kondisi ini terus bertambah di Indonesia.
Inilah salah satu variasi gejala virus Corona yang harus diwaspadai. Selengkapnya, simak penjelasan OKEMOM tentang gejala hypoxia atau disebut juga silent hypoxia.
Apa itu happy hypoxia?
Happy hypoxia mulanya tak membuat seseorang merasakan sakit apa pun. Merasa baik-baik saja. Namun, mendadak kondisi dapat sangat parah. Penurunan kadar oksigen drastis sehingga sulit bernapas dan menyebabkan nyeri dada.
Tingkat saturasi oksigen normal berada di antara 95-100 persen. Ketika gejala Covid-19 berdampak pada paru-paru, menyebabkan kadar oksigen turun hingga di bawah 93 persen.
“Jika saturasi di atas 95 persen, tidak perlu mengambil oksigen hanya untuk mempertahankan saturasi. Tapi jika kurang dari 94 persen, perlu pemantauan ketat. Tetapi masih mungkin tidak membutuhkan oksigen apabila kondisi pasien sehat dan oksigen dalam darah masih cukup,” kata Direktur All India Institute of Medical Science (AIIMS), Dr. Randeep Guleria, dikutip dari Times of India, Senin (12/7).
Sementara, hipoksia dapat diidentifikasi dengan berbagai gejala, mulai dari sesak napas, nyeri dada hingga komplikasi pernapasan lain. Beberapa kondisi juga bisa menjadi pertanda hipoksia, seperti:
- Linglung atau kebingungan
- Perubahan warna bibir atau bibir menjadi kebiruan
- Detak jantung terlalu cepat atau lambat
- Mudah berkeringat bahkan ketika tidak melakukan pekerjaan fisik yang berat
- Perubahan warna kulit menjadi warna merah atau ungu.
“Selama beberapa hari pasien Covid-19 merasa nyaman. Tetapi seiring waktu, hipoksia yang menyenangkan dapat berkembang menjadi penyakit serius yang memerlukan rawat inap dan perawatan ICU,” kata Dr Vivek Anand Padegal, dokter spesialis pulmonologi di Rumah Sakit Fortis, Bannerghatta Road, Bengaluru, dilansir dari India Today.
Alat oxymeter untuk deteksi gejala happy hypoxia
Karena sifatnya tidak disadari dan bisa berakibat fatal, ahli medis menyebutnya sebagai ‘silent killer’. Para ahli merekomendasikan pemantauan kadar oksigen secara teratur pada pasien Covid-19. Oxymeter, sebuah alat medis yang biasanya dipakai untuk mendeteksi dini gejala hipoksia.
Pasien positif Covid-19 harus memeriksa kadar saturasi oksigen melalui pulse oxymeter minimal enam kali per hari. Selain itu, rajin berjalan kaki selama enam menit, dua kali sehari.
Lalu, saturasi oksigen harus diperiksa sebelum dan setelah enam menit berjalan. Jika kadar oksigen menurun dari 94 persen, harus ditanggapi dengan sangat serius.
Meningkatnya kasus hipoksia di tengah pandemi ini, membuat banyak masyarakat beramai-ramai membeli oxymeter. Memang, alat ini perlu disediakan di rumah. Terutama bagi yang melakukan isolasi mandiri.
Alat ini berukuran kecil. Cara penggunaannya cukup dipasang di jari tangan. Perhatikan posisi tubuh hingga kuku jari saat mengukur saturasi oksigen dengan pulse oxymeter. Agar pengukuran bisa menghasilkan angka akurat.
Disarankan, posisi tubuh dalam keadaan duduk dan kondisi pasien tenang atau rileks. Jika sedang pilek atau batuk pada pasien Covid-19, tidak akan memengaruhi level oksigen dalam darah.
Selain itu, pastikan kondisi kuku pasien bersih dari cat kuku dan tidak panjang. Kuteks bisa menghalangi sinar infra-red di oxymeter. Kalau kuku terlalu panjang pun, jari akan sulit sampai ke alat.
Istirahatkan tubuh selama 10-15 menit sebelum melakukan pengukuran. Letakkan tangan di dada dan tahan sebentar. Setelah jari tangan dimasukkan ke dalam oxymeter, tunggu beberapa saat hingga pembacaan angka oxymeter stabil. Catat hasil pengukuran.
Perlu diingat, penggunaan oxymeter ini tidak akan berguna jika seseorang lalai menerapkan protokol kesehatan. Jaga jarak, mencuci tangan bersih dan memakai masker harus tetap dipatuhi.
Apabila terjadi sesak napas, kadar oksigen menurun hingga di bawah 95 persen atau gejala tambahan lain, segera berkonsultasi dengan tenaga medis agar mendapatkan penanganan yang tepat.
ARTIKEL MENARIK LAINNYA
- Tingkatkan Kewaspadaan, Gejala Covid-19 Kini Menyerang Mata
- Gejala Long Covid-19 pada Anak, Orang Tua Perlu Waspada
- Begini Prosedur Tepat Perawatan Pasien Covid-19 Berdasarkan Gejala
- Wajib Pisahkan, Ini Cara Mencuci Pakaian Pasien Covid-19
- Teknik Proning Position Mengatasi Sesak Napas Pasien Covid-19