OKEMOM – Mengarungi bahtera rumah tangga pasti ada pasang surutnya. Beragam rintangan harus mampu dilalui oleh kedua belah pihak. Terkadang, permasalahan pelik yang tak terkendali membawa kekerasan dalam rumah tangga. Umumnya, perempuan selalu menjadi korban akibat tindakan gegabah para suami.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak selalu menyerang fisik, melainkan psikologis, verbal, ekonomi hingga seksual. Selain itu, KDRT tak hanya menyebabkan luka di badan, namun berdampak pada kesehatan mental korban.
Banyak kasus KRDT bahkan sampai memakan korban jiwa. Oleh sebab itu, yuk cari tahu dampak KDRT lebih lanjut. Supaya bisa menghindari kejadian atau membantu perempuan lain yang tengah mengalaminya.
1. Rasa sakit
Melansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kemen PPPA), kekerasan fisik memiliki persentase 41 persen atau sekitar 3000 kasus.
Kekerasan fisik tentunya mengakibatkan rasa sakit dan luka di tubuh korban. Munculnya bekas lebam, bengkak dan sayatan kadang tidak bisa hilang. Tingkat keparahan sendiri tergantung media yang dipakai oleh suami untuk melancarkan aksi.
Pada penganiayaan ekstrem, luka permanen bisa muncul, seperti kebutaan akibat penggunaan bahan kimia berbahaya hingga kematian.
2. Depresi
Kesedihan berlarut-larut karena dianiaya oleh suami, berdampak pada kondisi psikologis. Perempuan mengalami depresi lantaran berpikir telah menyulut emosi suami hingga marah besar dan menganggap semua terjadi karena kesalahannya.
Depresi berkepanjangan dapat memicu tindakan gegabah berupa bunuh diri. Rasa bersalah yang terus menyelimuti, mendorong perempuan melakukan tindakan berisiko tanpa pikir panjang. Bisa juga terjadi karena rasa malu akibat luka yang tak kunjung sembuh.
3. Trauma
Dampak KDRT jangka panjang yakni trauma, karena dilakukan oleh orang terdekat proses pemulihan jadi terhambat. Apalagi korban sering menyangkal bahwa kejadian tersebut sudah terjadi padanya.
Bukan hanya itu, hal ini tentu berpengaruh saat ingin menjalin hubungan yang baru. Bayangan hal serupa akan terulang kembali menjadi momok menakutkan bagi perempuan dan rendahnya rasa percaya diri.
4. Tindakan merusak diri
Bagi sebagian perempuan, mengalami KDRT menjadi pukulan terberat dalam hidup. Berawal dari depresi dan trauma mengundang tindakan merusak lainnya. Seperti mengonsumsi alkohol berlebihan hingga penggunaan obat-obatan terlarang sebagai upaya pelarian diri dari rasa sakit.
Perilaku merusak diri berlangsung hingga waktu yang lama, sehingga untuk lepas dari tindakan ini memerlukan terapi berkelanjutan bersama dokter atau psikolog.
5. Tak hanya istri tetapi juga berisiko pada anak
Aksi penyiksaan rupanya tidak hanya berakibat pada korban namun juga berimbas pada anak. Terlebih lagi Ia menyaksikan kejadian secara langsung. Kejadian biasanya diawali dengan keributan, membuat anak takut dan tertekan.
Kemudian ketika melihat ibunya disiksa oleh ayahnya, si kecil akan menutup diri dan berpotensi mengidap trauma hingga self injury disorder. Gangguan perilaku seperti agresif, impulsif, tempramental nantinya memengaruhi kepribadian anak di masa mendatang.
Nah, ternyata dampak kekerasan dalam rumah tangga cukup kompleks ya. Oleh sebab itu, sebisa mungkin hindari risiko yang berpeluang meningkatkan tindakan KDRT. Jika Mom mengalami KDRT, segera hubungi Pusat pelayanan terpadu perlindungan ibu dan anak untuk meminimalisir risiko jangka panjang.
Artikel ini sudah ditinjau oleh Ikhsan Bella Persada M.Psi