Tidur merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh makhluk hidup. Setelah menjalani aktivitas seharian, tidur membuat tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks.
Kegiatan ini umumnya dilakukan di dalam kamar dalam waktu yang lama hingga terbangun. Tetapi, ada juga yang tertidur di dalam kamar namun terbangun di tempat lain saat pagi hari.
Fenomena tersebut adalah tidur berjalan atau sleepwalking, bisa dialami oleh siapa pun. Namun, anak-anak cenderung memiliki risiko lebih tinggi daripada orang dewasa. Kebiasaan ini tidak menimbulkan dampak yang serius secara psikologis, namun berpotensi menyebabkan cedera pada pengidapnya.
Agar lebih paham dengan penyebab tidur berjalan, yuk simak informasi di bawah, mulai dari gejala hingga cara mengatasinya supaya mom bisa melakukan pencegahan dini.
Penyebab tidur berjalan

Tidur berjalan atau sleepwalking, dalam bahasa medis disebut dengan Somnambulisme. Di mana seseorang terbangun dan berjalan ketika tertidur. Melansir dari Mayo Clinic, Minggu (31/1), penyebabnya yaitu mengalami masalah non-rapid eye movement (NREM). Selain itu, faktor pendorong gangguan tidur ini seperti:
- Durasi tidur yang berkurang
- Stres
- Demam
- Asma
- Faktor genetik
- Penyakit parkinson
- Masalah pada irama jantung
- Sidrom kaki gelisah
- Mengalami apnea
- Mengonsumsi obatan tertentu
- Konsumsi alkohol berlebihan
Gejala

Sleepwalking jarang menunjukan gejala kompleks, bahkan cenderung sederhana. Misalnya, berjalan ke luar ruangan, duduk di sofa, makan, tidak menanggapi saat diajak mengobrol atau buang air kecil.
Meski sederhana namun gejala ini bisa menyebabkan cedera apabila ruangan berada di lantai atas maupun terdapat benda tajam di sekitar. Durasi tidur berjalan hanya berlangsung selama hitungan detik dan menit.
Setelah itu, pengidap akan kembali ke kamarnya atau ke tempat lain. Hal ini, berdampak pada kebingungan yang akan dia alami saat pagi hari.
Seberapa populer penyakit ini di kalangan masyarakat

Setelah mengalami tidur berjalan, kebanyakan tidak mengingat telah mengalaminya. Sehingga, sulit menentukan seberapa umum sleepwalking terjadi. Mengutip dari laman Sleep Foundation, satu studi menemukan bahwa 29 persen anak-anak mengidap tidur berjalan di rentang usia 2 hingga 13 tahun. Sedangkan, persentase orang dewasa hanya 4 persen.
Cara mendiagnosis kejadian ini dilakukan dengan serangkaian tes. Mulai dari tes fisik, tes tidur atau bermalam di laboratorium untuk diobservasi detak jantung, ritme otak hingga gerakan saat tertidur.
Pencegahan

Rentan menyerang anak-anak, oleh karena itu mom perlu melakukan tindakan pencegahan dengan cara sederhana.
Misalnya, mengatur waktu tidur supaya teratur, memastikan jendela atau pintu tertutup dan terkunci, jauhkan benda tajam ke tempat yang sulit dijangkau, mengecek anak sesekali dan meletakan pembatas di pangkal dan ujung tangga.
Sebaiknya lakukan cara di atas secara rutin kalau perlu pasangkan alarm di pintu untuk mengetahui, jika buah hati sedang tidur berjalan.
Cara mengatasinya

Kebiasaan sleepwalking bukan sesuatu yang berbahaya, apabila hanya terjadi sesekali. Namun, kalau sudah sering dan nekat mencoba mengendarai kendaraan, maka perlu penanganan atau pendampingan khusus dari yang ahli.
Pengidap tidur berjalan yang berkaitan dengan stres dapat mencoba terapi kebiasaan kognitif. Di sana akan ada sesi relaksasi untuk mengurangi tingkat stres supaya kualitas tidur terjaga dan semakin nyenyak.
Nah, setelah mengetahui penyebab tidur berjalan hingga cara mengatasinya kamu tidak perlu khawatir jika mengidap atau orang terkasih mengalami gangguan ini. Konsultasikan terlebih dahulu ke dokter atau psikolog apabila gejala sleepwalking sampai menganggu keseharian.